Sesampainya Ummu Nida dan Ummu
Rosyid di kantor DPD, gedung itu terlihat lengang. Sama sekali tidak
ada aktivitas perkantoran seperti hari-hari biasa. Ummu Rosyid membuka
pintu utama dengan kunci yang dibawanya. Sebagai seorang kader senior,
Ummu Rosyid memang diberi kepercayaan untuk memegang kunci kantor DPD.
Kedua ummahat yang masih bertubuh sintal itu pun langsung menuju ke
ruang serbaguna yang ada di bagian belakang gedung DPD untuk
bersiap-siap.
Tak berapa lama kemudian, mereka
mendengar suara motor yang tengah diparkir di halaman depan. Mereka pun
langsung tahu siapa pemilik motor tersebut. Dengan ketukan sepatu kets
yang berdecit, Faizah juga memasuki ruang serbaguna tersebut.
“Assalamualaykum Ummu Nida, Ummu Rosyid,” ujar akhwat berkulit gelap itu sambil tersenyum.
“Waalaykumsalam warahmatullah, Faizah,” jawab Ummu Nida yang kemudian diikuti juga oleh Ummu Rosyid.
Tanpa
basa-basi, Faizah langsung menuju kamar mandi untuk berganti pakaian,
sementara Ummu Nida sudah siap dengan pakaian bela dirinya.
***
Rif’ah
begitu kesal, dosen yang harus ditemuinya di kampus hari ini
berhalangan hadir. Ia pun kembali pulang ke rumah Ummu Nida. Untung
Ummu Nida telah meminjamkan kunci serep kepadanya.
Sambil
memainkan HP di dalam kamar, Rif’ah begitu penasaran dengan apa yang
terjadi di kantor DPD. Sebenarnya ia begitu ingin menonton langsung duel
antara Ummu Nida dan Faizah, karena hasil duel tersebut akan
menentukan kelanjutan hidupnya. Namun ia juga membenarkan nasihat Ummu
Nida, kalau kehadirannya di sana bisa membuat Faizah melakukan hal yang
tidak-tidak.
“Tokk, tok …” Tiba-tiba terdengar ketukan
di pintu kamar Rif’ah. Dalam kondisi setengah terkaget, ia yang masih
mengenakan jilbab panjangnya langsung melompat dan setengah berlari ke
arah pintu.
Rif’ah hanya membuka pintu itu sedikit,
dan ternyata sudah ada Abu Nida yang berdiri di sana. Ia masih
mengenakan baju koko berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam,
pakaian yang sama dengan yang dikenakannya ketika berangkat tadi pagi.
“Ada apa, Abu? Tumben sudah pulang.”
“Iya, setelah
mengantarkan Ayyash, Abu baru sadar kalau dompet Abu ketinggalan.
Sekarang Abu cari tidak ketemu, bisa Rif’ah bantu Abu mencari?” ujar
Abu Nida sambil tersenyum.
Di mata Rif’ah, senyum Abu
Nida itu begitu jantan dan menenangkan. Tanpa kecurigaan sedikitpun, ia
pun menuruti perintah Abu Nida. “Di mana terakhir Abu melihat dompet
Abu?”
“Di kamar Abu dan Ummi, Ukhti Rif’ah.”
Rif’ah
pun langsung menuju kamar Abu Nida dan Ummu Nida, sementara Abu Nida
mengikuti dari belakang. Walau masih tertutup jubah dan jilbab panjang,
tubuh Rif’ah yang seksi masih bisa terlihat jelas, apalagi bokongnya
yang begitu montok dan menonjol. Hal inilah yang sejak lama menghantui
pikiran Abu Nida. Karena itu begitu Ummu Nida mengatakan kalau Rif’ah
akan menginap, ia langsung mengiyakan. Namun, sebenarnya ia tidak
sampai membayangkan akan berduaan saja dengan junior istrinya itu
seperti ini.
Di dalam kamar, Rif’ah langsung mencari
dompet Abu Nida di seantero ruangan. Ia bahkan sampai menungging untuk
mencarinya di kolong tempat tidur. Ketika ia berdiri, tiba-tiba sepasang
tangan telah merangkul tubuhnya dari belakang. Rupanya Abu Nida sudah
berdiri di belakangnya dan memeluk tubuh akhwat cantik yang montok dan
sintal itu. Mungkin karena tidak ada ruang gerak lagi, akhirnya Rif’ah
pasrah dirinya dipeluk Abu Nida dari belakang. Selain itu Rif’ah
sendiri sering berkhayal untuk berdua dengan Abu Nida.
Tercium
bau wangi shampoo dari rambutnya. “Aduh dik Rif’ah, rambut kamu
wangi,ya” ujar Abu Nida sambil meraih rambut Rif’ah dengan memasukkan
tangannya ke dalam jilbab panjang yang dikenakan akhwat cantik itu.
”Abu Nida jangan, aku geli, Abu”
“Emang dik Rif’ah nggak pernah dibuat kayak gini?”
”Nggak pernah Abu, saya nggak pernah dipeluk…”
”Aah
masak? Alangkah bodohnya para ikhwan yang sering dekat denganmu,” ujar
Abu Nida sambil kembali memeluk perut Rif’ah dari belakang. Tampak dari
cermin wajah akhwat cantik itu terlihat terkejut dan memerah. Waktu
Abu Nida menaikkan pelukan ke dadanya, tangan akhwat cantik itu
langsung disilangkan ke depan dadanya.
”Abu Nida,
apaan sih aku malu, Abu..” sambil dia berputar ke arah depan Abu Nida.
Abu Nida melihat wajah Rif’ah yang bersemu kemerahan, lalu dengan cepat
Abu Nida mempererat pelukan hingga wajah mereka mendekat, tidak lama
bibir Rif'ah segera dilumat oleh Abu Nida.
Awalnya
lidah Rif’ah begitu pasif, walau tangannya sudah memeluk badan Abu
Nida. Abu Nida merasakan badan akhwat cantik itu gemetar menyambut
ciuman darinya, detak jantung mereka seolah seirama. Saat bibir akhwat
cantik itu terbuka, Abu Nida langsung memasukkan lidahnya. Ragu-ragu
Rif’ah menyambut lidah Abu Nida. Libido Rif’ah terpacu dan gairah
seksnya semakin meninggi.
Perlahan tangan Abu Nida
menyusuri punggungnya dan menarik risluiting jubah akhwat cantik itu ke
bawah sampai ke ujung pantatnya. Abu Nida meraba naik turun dari pantat
menuju ke perut. Perlahan kaitan bra Rif’ah dibuka oleh Abu Nida. Abu
Nida merasa kalau semakin diraba, nafas akhwat cantik itu menjadi berat
dan pendek-pendek.
“Abu jangan, abuu…ah” rintihan
yang keluar dari mulut Rif'ah ketika tangan Abu Nida mulai menjamah
ujung celana dalam yang menggantung di pantatnya, lidahnya semakin liar
seiring tangan Abu yang menuju gundukan pantatnya. “Ah…uh…Abu
Nidaaaa…”.
Tangan Abu Nida meremas lembut gundukan
pantat akhwat cantik itu, hingga kaki Rif'ah berjinjit naik seiring
tekanan dan remasan tangan Abu Nida. Kukunya mencengkeram erat punggung
Abu Nida. Ciuman Abu Nida pun berpindah menyusuri leher jenjang Rif'ah
yang telah banjir keringat dengan cara memasukkan kepala ke balik
jilbab akhwat cantik dan sintal ini.
Perlahan Abu Nida
mengecup leher putih itu, “ Eerrrrhh…abuuu…” tubuh Rif'ah mengejan dan
merapat ke tubuh Abu Nida. Tangan Abu Nida kini menjelajah punggung dan
pantat Rif'ah, lalu turun ke belahan paha. Dengan sedikit sentakan
kedua tangan Abu telah melorotkan celana dalam akhwat cantik ini.
Tangan kanan Abu membelai lipatan pantatnya dan merasakan anusnya yang
lunak. “Uuh…..abuuu, aku geli” desah Rif'ah setiap kali Abu menyentuh
anusnya.
Ciuman Abu Nida telah meninggalkan cupang
merah di leher akhwat cantiik ini. Tangan Abu Nida pun meraih pundak
Rif'ah dan berhasil menurunkan jubahnya ke samping hingga melorot ke
dadanya yang montok dan masih begitu kencang. Jubah Rif'ah tertahan
oleh lekuk payudaranya yang menonjol. Bibir Abu Nida langsung turun ke
dada montok akhwat cantik ini, bra yang telah terlepas kian melonggar
dan memberi kesempatan pada Abu Nida untuk mengecup payudaranya.
Sementara tangan Abu telah berpindah menyusuri ketiaknya.
Tampak
puting yang kemerahan yang tidak pernah terjamah oleh laki-laki,
tangan Abu Nida pun menyusuri kedua payudara. Kecupan Abu Nida
menjelajah di antara ketiak dan daerah sekitar payudara, tubuh Rif’ah
kian menggelinjang menahan kenikmatan,” Abu, abuu, aku geli abuuu”
kedua tangannya merangkul dan menekan kepala Abu Nida ke payudaranya,
nafasnya semakin memburu.
Abu Nida menempelkan
telinga ke dada montok akhwat cantik ini, detak jantungnya terdengar
semakin kencang. Tiba-tiba Abu membalikkan badannya menghadap ke
cermin, merah padam wajahnya melihat tangan Abu Nida telah memegang
payudaranya, kedua putingnya ditaruh di antara jari-jari Abu, kemudian
secara cepat Abu Nida melucuti jubah yang masih separuh menutupi tubuh
akhwat cantik ini berikut celana dalam dan branya. Abu Nida cepat
membuka baju dan celananya sendiri. Abu Nida mendudukkan Rf’ah ke
pangkuannya, tangan kanan akhwat cantik ini diarahkan ke penisnya.
Rif’ah terkejut dan berusaha menarik tangannya, tapi Abu Nida buru-buru
merapatkan badannya, “Pegang aja sayang, ok”.
Tubuh
Rif'ah melemas waktu Abu Nida menarik puting dadanya dengan tangan
kiri. “Och.., abuuu” lirihnya. Dengan jemarinya, Abu Nida memelintir
puting yang masih kencang itu. Tubuh Rif’ah mengejan, punggungnya
menempel ke dada Abu dan tangan kanannya meremas penis Abu dengan
lembut. ”Enak dik Rif’ah??”
“Aah…abuuu”, cuma itu yang
bisa keluar dari mulut Rif'ah di antara puncak birahinya. Bibir Abu
Nidda tak henti-henti mengecup tengkuknya dan tangan Abu Nida begitu
aktif menarik kedua puting hingga badan akhwat cantik ini bergemetaran.
Abu memangku Rif'ah di atas paha, Abu Nida membuka ke dua paha akhwat
cantik itu hingga menampakkan jajaran jembut yang menghiasi bukit
kemaluannya. Ketika kepala Rif'ah diarahkan Abu Nida ke belakang, Abu
Nida langsung mencium bibirnya dengansaling membelitkan lidah, kemudian
tangan Abu Nida turun membelai helaian jembutnya. Tangan kiri Abu Nida
yang aktif memilin puting payudara dan yang kanan membelai jembutnya.
Suatu pemandangan yang eksotis. Mengingat Rif’ah adalah seorang akhwat
cantik yang alim, yang sehari-hari memakai jilbab yang panjang dan
jubah, hari ini semua lekuk-lekuk yang tertutup itu bisa dilihat dan
dinikmati oleh Abu Nida.
Putingnya telah memerah
karena ditarik dan dipilin Abu Nida, keringat deras mengalir di dada
dan punggung akhwat cantik ini, tangannya tetap meremas-remas penis Abu
Nida dengan lembut. Ketika tangan kanan Abu Nida mulai turun dan
menyusuri bukit kemaluannya, tubuh Rif'ah mulai menggeliat dan
menggigil. Abu Nida mencari benda sebesar kacang di ujung bukitnya.
Ketika Abu Nida mendapatkannya, ia langsung menekannya perlahan.
“Owwwuuuhhhhh….abuu, kau apakan tubuhku ini abuu?”
”Rileks dik Rif’ah, enak bukan?”
”Uuhhhhh,stttttss…….”
Rif’ah hanya merancau sambil meremas penis Abu Nida. Tangan Abu Nida
kemudian mengusap ke klitoris akhwat cantik ini.
”Sssssssttttts,
aaaah” desah Rif'ah ketika tangan Abu Nida menyapu klitorisnya.
Perlahan tangan kiri Abu turun menelusuri labia mayora. Abu Nida
menarik salah satu labia mayora, digosok dengan jempol dan jari
telunjuk. ”Abuu….geli….”, teriaknya sambil kepalanya mendongak dan
berusaha merapatkan kakinya tapi tertahan oleh kedua paha Abu Nida.
Nafasnya
semakin tersengal manakala tangan kanan Abu Nida dengan gerakan
vertikal menggosok lubang kencingnya dan klitorisnya. ”Abuuu…pingin
pipis….”
“Pipis aja dek Rif’ah. Ngak usah ditahan”, Abu mempercepat putaran tangan pada klitorisnya.
”Aah…ah….ah…..Abuuu
aku pipisssss”, Rif'ah pun mengangkat kedua pahanya dan dirapatkan di
atas paha Abu Nida. Abu Nida merasakan klitoris akhwat cantik ini
berkedut-kedut dan cairan hangat meleleh dari sela pahanya yang turun
dan membasahi paha Abu Nida. Abu Nida melihat dari cermin di mana dada
Rif'ah tampak begitu membusung dan kepalanya mendongak ke atas disertai
dengan hentakan badannya yang mengelinjang tidak karuan. Abu Nida pun
merasa sedang menyaksikan pemandangan yang luar biasa.
Badan
Rif'ah kemudian melemas, dan Abu Nida pun perlahan menurunkan tubuh
Rif'ah dari pahanya dan menidurkan akhwat cantik yang montok dan sintal
tersebut di atas dipan yang ada di kamar itu. Nafasnya masih memburu
dan butiran keringat pun masih membasahi wajah dan tubuhnya. Abu Nida
menurunkan ciumannya ke hidung Rif'ah, kedua pipinya, tak lupa ia juga
mencium bibirnya, hingga lidah mereka kembali saling membelit. Ketika
Abu Nida mengangkat kepalanya, kepala akhwat cantik ini juga terangkat
seolah tidak mau melepas bibir Abu Nida.
Abu
Nida pun mengambil posisi di samping kanan Rif’ah, tangan kiri Abu Nida
merangkul pundak akhwat cantik ini melewati lehernya dan mengelus
payudara kirinya. Perlahan bibir Abu Nida turun ke leher akhwat cantik
ini dan tangan kanannya mengelus payudara dan putingnya. Lidah Abu Nida
tampak ikut berputar di payudara sebelah kanan dan kiri bergantian
sambil menyusuri wangi ketiak Rif’ah. Dada Rf’ah terangkat bergelinjang
menahan geli, ketika lidah Abu Nida menelusuri bagian bawah
payudaranya. Tangan Rif'ah pun kembali menekan kepala Abu Nida.
“Dik
Rif'ah, boleh aku mencium putingmu?” wajah akhwat cantik ini memerah
seketika, kemudian matanya terpejam dan menganggukan kepala. Abu Nida
pun langsung menyergap puting sebelah kiri Rif'ah yang sudah menonjol
merah, menghisap lembut dan menjilat dalam mulutnya melingkar-lingkar.
“Aaah.
Sssstttttt…….” tangan kanan Rif'ah secara releks langsung mengelus
punggung Abu Nida dan tangan kirinya menekan kepala Abu Nida. Abu Nida
merasakan keringat asin dari puting akhwat cantik ini dan merasakan
getaran tubuhnya yang menandakan kalau Abu Nida adalah lelaki pertama
yang menyentuhnya. Tangan kiri Abu Nida tampak begitu aktif memilin
puting yang lain, sedangkan tangan kanannya menarik punggung Rif'ah.
Punggung tersebut telah dibasahi keringat, kelembutan punggungnya
menandakan kalau Rif'ah sama sekali belum pernah dijamah laki-laki.
Kemudian bibir Abu Nida pun beralih ke puting kanan Rif'ah, meninggalkan
bekas gigitan di sekitar puting kirinya.
“Ah…uh….”
desahan yang keluar dari bibir Rif’ah di saat putingnya tenggelam di
bibir Abu Nida. Abu Nida menggigit lembut, menariknya ke atas, hingga
Rif’ah meremas-remas sprei sambil tangan kirinya menekan tengkuk Abu
Nida. Sementara tangan kanan Abu menggapai klitorisnya. Masih meleleh
lendir licin keluar dari memek akhwat cantik ini, saat Abu Nida
mengusap vaginanya dan menggunakan lendirnya untuk membasahi
klitorisnya. Mata akhwat cantik ini kembali mendongak bergetar, hanya
terlihat warna putih di kelopak matanya. Abu Nida menggigit puting
kirinya dengan cepat. Kedua tangan Abu melesat mengangkat pantatnya,
terlihat warna pink di sekitar kemaluan Rif'ah hingga membangkitkan
gairah Abu Nida.
”Abu Nida …. jangan…”, saat
Rif’ah melihat kepala Abu berada di antara dua pahanya, dengan lembut
Abu menjilat klitorisnya, ”Aah….abuu…, jangan”, tubuhnya mengejan
melengkung, kedua tangannya mencengkram sprei dan kepalanya kembali
terdongak. Abu Nida mamasukkan ujung klitorisnya ke bibirnya sampai
semua masuk ke bibir abu, Abu Nida menggigit pelan-plan.
“Aah…aah…aduh….Abuuu….
aku ngilu” . Kedua paha akhwat cantik ini menjepit erat kepala Abu
Nida.” Abuu….aku mau pipis lagi abuu” kepala Abu tersangkut.
Di
paha Abu Niada air mani mengalir dari lubang pipisnya mengenai lidah.
Waktu kececap rasanya seperti meminum bir pahit. Tampak lelehan lendir
membasahi sprei di bawah pantat Rif”ah. Abu Nida mengamati wajahnya
yang sudah mencapai orgasme, benar-benar menggetarkan, lalu Abu Nida
membuka paha akhwat cantik itu dan menindih tubuhnya. Tiba-tiba Rifah
membuka matanya, “ABU Nida jangan, aku masih perawan. Kasihani aku
abu”, setitik air mata keluar dari ujung matanya. Abu Nida pun kembali
beringsut ke sisinya. ”Te..terimakasih abu, aku dari semula emang
menganggumimu….makanya aku rela engkau jamah”. ”Terimah kasih, dik
Rif’ah. Maafkan aku khilaf”. Lalu dia bangkit duduk di dipan, matanya
melihat burung Abu Nida yang mengacung keras. ”Iih….abuu masih
terangsang?”, “Iiya dik Rif’ah khan aku blom nyampe tadi”. Tiba-tiba
tangan Rif’ah meraih penis Abu. “Ini ya Abu yang namanya kontol? Ih
ngeri aku”. “Ngeri kalau diliat, klu dirasain entar juga enak”. “Aah
aku ngak mau, abuu. Aku khan masih perawan”. ” Eeh sapa suruh masukin
memek, masukin ke lainnya juga boleh.” rayuan Abu Nida mulai mengenai,
Rif’ah mulai meremas-remas penis Abu. ” Maksudnya Abuu??”, “ Masukkin
mulut dong…”, “ Ngak ah, jijik……”,” bentar aja…..ya udah klu nggak mau kamu cium bentar aja. Tadi aja aku udah jilatin memekmu”
Dengan
ragu Rif’ah mendekatkan penis Abu Nida ke bibirnya. Awalnya hanya satu
kecupan kemudian disusul dengan kecupan-kecupan yang lain. Kemudian
perlahan penis Abu Nida dijilat-jilat, kemudian Rif’ah membuka mulutnya
dan memasukkan kepala penis ke dalam mulutnya. Rasa ngilu langsung
menyergap Abu. ”Aduh dik Rif’ah, jangan pake gigi……”, perlahan-lahan
penis Abu ditelan bibirnya yang seksi itu, rasa hangat dan nikmat
terasakan. Sekarang tampak pemandangan gadis berjilbab lagi menghisap
kontol Abu Bida, Abu Nida semakin terangsang. Selama 20 menit Rif’ah
memainkan kontol Abu di dalam mulutnya. ”Aduh abuuu…aku pegal”. ”Oke
mending kamu di sini berbaring aja”.
Rif’ah beringsut mengambil
posisi tidur di sebelah Abu Nida. Dia menggaruki selangkangnya ”Kenapa
dik Rif’ah?”, ” Gatal abu ”O ohhh…itu normal tadi khan darahnya ngumpul
di ujung”, sambil tangan Abu Nida membelai klitoris akhwat cantik ini
yang ternyata masih memerah dan keras “ssshhhh…abuuu…” sambil dia
merapikan jilbabnya. Jilbab yang dikenakan adalah semacam jilbab lebar
yang dikaitkan dengan peniti jadi ada belahan di tengah. Kembali tangan
Abu menyusup ke dalam jilbabnya dan mengelus-elus payudara akhwat
cantik ini. Matanya kembali sayu karena tubuhnya kembali dikuasai
rangsangan.
” Dik Rif’ah, anti percaya khan Abu ngak bakal bobol
perawanmu”, “Rif’ah percaya, abu…. Trus hrs gmn?”. ”Ana pingin
ngesekkin konto ana ke paha anti boleh, khan?”. ”Cuma paha? Boleh abu
tapi janji ya?” Lalu Abu Nida menindih Rif’ah. ”Oke sekarang pahamu
rapatkan”. Rif’ah merapatkan pahanya. ” Dik Rif’ah, buka dikit pahanya
trus rapetin lg, ya”. Rif’ah mengangguk dan membuka pahanya, Abu Nida
menempatkan kontolnya di antara paha akhwat cantik ini, kemudian
dirapatkan lagi. ” Udah dik Rif’ah? Ngak kena lubang khan?”, ” Iiya
abuu…” Abu Nida menarus tanganku di atas dada akhwat cantik yang masih
tertutup jilbab ini. ”EEehhhhhh….abu… geli banget udah hampir ke
lubang”. Abu Nida mengatur kedua tangannya di belakang punggung akhwat
canik ini. ”Segini?”, ”Iya abuu…”. Pelan-pelan Abu Nida mulai menaik
turunkan kontolnya, secara perlahan gerakan kontol Abu mendekati lubang
memek Rif’ah.”Enak, dik Rif’ah??” Abu Nida menatap wajah akhwat cantik
yang dibalut oleh jilbab itu, wajahnya bersemu merah, ia membuang muka,
Abu Nida mencium bibirnya yang merah kesedot bibir bawahnya dan
menjilati bibir atasnya. Rif’ah menutup matanya seolah merasakan desakan
birahi, gerakan benar-benar sudah tepat di lobang memeknya, hal itu
ditandai bunyi kecipak. ”Abuu?”, ”Hmmmmm?”, ”Aku mencintaimu….aku
mengagumimu”. Semakin Abu Nida mempercepat Rifa’h semakin mengelinjang,
semakin tersingkap jilbab yang menutupi payudaranya, Abu menggigit
pelan putingnya, perlahan pahanya melebar ke kiri ke kanan. Kontol Abu
telah menggesek memek Rif’ah yang telah basah.
Memandang Rif’ah
yang sudah terserang birahi membuat dada Abu seolah meledak, Abu Nida
menaruh tangan di atas payudara akhwat cantik ini sementara tangan
satunya membantu kontolnya untuk menggosok vagina Rif’ah. Perlahan
kontol Abu mendesak masuk ke memek Rif’ah, perlahan namun pasti pahanya
semakin dilebarkan. ”Abuuu..…trus….abuuu…..”, antara nafsu dan janji
berlahan kata hati Abu Nida menguasai pikirannya. Abu Nida melambatkan
gesekan mencabut ujung kontol dari memek Rif’ah, Abu Nida menghempaskan
tubuh ke samping Rif’ah. Perlahan Rif’ah membuka mata. ” Kenapa Abuu?
Aku sudah hampir nyampe? Nggak enak?”, “Tidak, maafkan aku. Aku hampir
merengut kesucianmu”. ”Hah? Kenapa berhenti Abuu”. ” Aku juga sering
mengagumi, dik Rif’ah”.
Tiba-tiba Rif’ah memeluk Abu,” Kau
sungguh laki-laki yang menepati janji. Ijinkan ana melayani antum
Abuu…”, lalu Rif’ah menaiki tubuh abu nida. ”Aku juga kan menggesek
pahaku, abuuu”. Perlahan tapi pasti kontol Abu Nida bergesekan dengan
klitorisnya, kontol abu nida ditindih dengan rapat dengan posisi
horisontal. Kontol Abu Nida perlahan menjadi basah oleh lendir
kewanitaan akhwat cantik ini, dengan menggunakan jari kanan Abu Nida
meraba klitorisnya yang menyebabkan lubang kenikmatannya mundur ke
belakang sehingga tepat di atas kontol Abu. Rangsangan jari Abu Nida ini
membuat Rif’ah menggeleng-gelengkan kepala, tampak jilbab yang
dikenakan menjadi longgar sehingga membuat rambutnya menyembul, tangan
Abu Nida meraih puting susu akhwat cantik ini yang tampaknya dia semakin
terangsang, dia menempatkan payudaranya tepat di mulut Abu dengan
sekali gerakan k Abu Nida meraih puting kirinya, dengan bibir digigit
pelan-pelan dan dikulum dengan buasnya. Perlahan tangan Abu berpindah
menarik punggungnya agar dada akhwat cantik ini dirapatkan ke dadanya,
rasa hangat menerpa dada Abu keringat mereka saling menyatu.
Abu
Nida menempatkan kontol ke posisi vertikal. Rif’ah kemudian mengesek
naik turun kontol Abu Nida yang sudah berada tepat di belahan memeknya.
Bibir Abu Nida menggigit lembut pundak akhwat cantik ini dan tangannya
mengelus pantat bulatnya, Abu Nida menarik keluar sebagian labia
mayoranya hingga menggesek kontolnya. Wajah horny Rif’ah sungguh luar
biasa, jilbabnya sudah melorot ke lehernya, matanya membeliak tiap kali
jari Abu menusuk-nusuk memeknya, tubuhnya beringsut mundur sehingga
kepala kontol Abu Nida masuk ke dalam vaginanya yang telah banjir oleh
lendir cintanya. Lidah mereka saling bertautan, nafas mereka semakin
memburu. Kepala kontol Abu Nida tenggelam di gerbang vagina Rif’ah,
tempo gesekan semakin cepat. Saat separuh batang Abu Nida hampir masuk
ada suatu lapisan liat yang menghalangi, Abu Nida merasa itu adalah
selaput daranya. Abu Nida melihat Rif’ah tertunduk melihat kemaluannya
dengan menggigit bibirnya. Abu Nida melihat seberkas keraguan, tapi di
saat ujung topi baja kontol itu keluar dengan cepat Rif’ah memasukkan
kembali sebatas penghalang. “ Miliki ana, Abuu…”.
Kemudian dengan
menarik nafas panjang Rif’ah menaikkan tangannya di atas dada Abu,
dengan gerakkan sedikit melengkung dimasukkan seluruh batang kontol abu
hingga ke dasar vaginanya. ”bless…ach…abuuu, aku…..” tubuhnya langsung
roboh ke tubuh abu. Abu Nida mengangkat pantat agar kontolnya tidak
lepas dari vaginanya. Mereka terdiam sesaat, Rif’ah mengangkat wajahnya
yang dihiasi senyum walaupun ada air mata di sudut matanya.” Perih
Abu, sakit”, ”Iiya dek,nanti coba digesek pelan-pelan”. Perlahan Rif’ah
mulai menaikan pantatnya. ”Sssssshhhhhh……Abuu….”, kemudian tubuhnya
diangkat ke atas dengan hanya bertumpu pada lututnya.” Coba jongkok
ukhti Rif’ah, biar Abu lihat”. Rif’ah berjongkok dengan kontol Abu yang
masih tersarung di memeknya, Abu melihat darah merah mengalir di
sela-sela kontolnya. ”Sssshhhhtttt…ah…abuu, aku ngilu”, sambil
mangangkat pantatnya. Abu Nida menahan pinggul akhwat yang sintal itu
agar kontolnya tidak lepas dari vaginanya. “Abu…abuu…abuu…ouch” kontol
abu keluar masuk dengan lancar, tiap kali ditarik vaginanya seolah ikut
tertarik.
Rasanya kontol Abu Nida dipilin-pilin oleh memeknya
diurut lubang peret dari perawan Rif’ah. Lubang yang sempit itu lama
kelamaan semakin menjepit kontol Abu Nida seiring dengan makin
terangsangnya Rif’ah. Lututnya kembali diturunkan, jembut mereka
menyatu. Tangan Abu aktif meremas dan memilin puting akhwat cantik ini.
Gesekan yang dirasakan kontol Abu Nida keluar masuk vagina Rif’ah
semakin terasa ditambah denyut-denyut di dalam memeknya tiap kali Rif’ah
memasukkan kontol abu, aAbu Nida mengangkat pantat dan pinggul agar
penetrasi semakin dalam.
” Abu ana mau nyampe…”, “iya ukhti kita
sama-sama, di dalam apa di luar?” Rif’ah tidak menjawab ia hanya
menggeram nikmat, abu juga merasakan ujung kenikmatannya akan keluar.
“Ooch…ah…..uh…” nafasnya semakin pendek-pendek dan berat. ”Ukhty Rif’ah,
Abu juga mau nyampe” digigitnya bibirnya seolah menahan kenikmatan.
Akhirnya tidak lama lahar Abu sudah mendesak keluar. ” Ukhty ….. Abu
nyampe…….ah….” dengan kerasnya Abu Nida mengangkat pantatnya, laharnya
menyembur memenuhi lorongnya., Rif’ah masih bergoyang di atas kontok
abu.
“Abuuu…aku juga…..” Tiga goyangan Rif’ah mengejan di atas
tubuh Abu, Abu merasakan tubuh akhwat cantik ini melengkung dan
kepalanya mendongak kemudian turun cepat ke dada abu, tangannya memeluk
tubuh abu dan kukunya menancap di punggung abu, dada mereka saling
menempel hingga Abu Nida merasakan detak jantungnya yang cepat. Kontol
Abu Nida serasa diurut-urut oleh vagina akhwat cantik ini, tangan abu
memeluk tubuhnya erat, 10 detik dia terdiam diiringi helaan nafas yang
memburu menyembur telinga abu. Setelah birahi melanda, keringat mereka
saling melekat satu sama lain. Abu Nida membiarkan Rif’ah beristirahat
di atas tubuhnya, tak lama kemudian kontol Abu Nida mengecil dan keluar
dari vaginanya, serasa lendir mereka meleleh turun mengalir di sela
paha dan membasahi sprei.
Rif’ah menggeser tubuhnya di sebelah Abu
Nida dengan posisi miring dia memeluk. Tampak wajah cantik dan hidung
yang mancung dipenuhi buliran keringat, Abu Nida mencium kening dan
rambutnya. “Maafkan ana Ukhty Rif’ah”, “ Kita khilaf abuu, bagaimana
kalau ana hamil abuuu?”, “ Kamu jadwal mens kapan?”, “ 3 hari yang lalu
aku selesai mens, abuu”, ”oh berarti ngak bakal hamil, karena anti blom
subur”
Abu Nida lega mendengar hal itu. Lima menit kemudian
Rif’ah bangkit dan berjalan menuju kamar mandi, Abu Nida mengamati
jalannya agak mengkangkang dengan sekali-kali tangannya mengusap
selangkangannya. Abu Nida kemudian melepas sprei yang bernoda darah dan
bercampur dengan spermanya sendiri, agar Ummu Nida istrinya tidak
mengetahui kejadian barusan. Setelah 10 menit Rif’ah kembali ke kamar
dengan keadaan jilbab yang terpasang rapi dengan tubuh yang masih
telanjang.
”Abu kok kayaknya di selangkangan ana kok masih ada
yang nyangkut? Terus labia mayoraku kok tambah lebar?”, tanyanya lugu
ke Abu Nida. “Biasa kalau pertama ML, masih peret berarti” sambil
tangan Abu Nida mengusap klitorisnya. Plak, tangannya memukul punggung
Abu “ Abu jangan, aku geli. Khan udahan. Mana bra dan cd ku abuus?”
MerekaKami mencari bra dan celana dalam Rif’ah yang terselip di sprei
yang dibereskan Abu Nida tadi. Cukup lama mereka mencarinya, dengan
tubuh yang bugil dan hanya mengenakan jilbab saja Rif’ah berjongkok di
atas kasur melihat barangkali dalamannya jatuh ke samping tempat tidur.
Pantatnya menungging ke arah Abu memperlihatkan belahan memeknya yang
masih segar kemerahan, tak terasa kontol Abu Nida mulai bangun lagi.
Abu Nida mencengkram pantat yang padat itu, lalu menjilat memek
merahnya. “Abu ini apaan sih? Geli abu” . Rif’ah hanya menggoyangkan
pantatnya. Di bawah sinar lampu tampak memeknya yang mengkilap
kemerahan karena ludah abu. Tubuh Abu Nida menyusup di antara tubuh
akhwat cantik ini, Abu mengambil posisi 69. “Ayo ukhty Rif’ah, kontokku
jangan cm dilihat”, ” iya abuu…” bibirnya dengan cepat telah mengulum
kontol abu, lidah abu mengaduk-aduk vaginanya sekali-kali mampir ke
anusnya.
Pantatnya kian diturunkan ke wajah abu, digoyangkannya
naik turun. Klirorisnya digosok Abu Nida dan dipiln dengan jari sambil
sekali disedot dan digigit kecil. Tampak labia mayora yang semakin
lebar ditarik kanan kiri, Rif’ah semakin mengelinjang. Semakin
terangsang semakin melengkung tubuhnya mulutnya tidak berhenti menyedot
kontol abu. “ Abuuu…..ah…..abuuu……” lepas mulutnya dari kontol Abu
Nida, dijilati pula kedua pelir abu. Tubuh Abu Nida beringsut mengambil
posisi doggy style, Abu Nida menggosokkan kontol ke klitoris akhwat
cantik ini “Aaaaaah….geli abuu…”, ”Eeenak, sayang?” tangan Abu
menggosok klitorisnya yang sudah basah sambil mengarahkan kontol ke
lubang memeknya. ”Eeeemmmh….enak Abu. Aku diapain sihh…..?”
Abu
Nida menjawab dengan memasukkan kontol ke dalam memeknya, seperti
pertama tadi rasanya ada sesuatu yang menahan penetrasi kontilnya.
Bles….Abu Nida menunduk mencium punggungnya yang sudah berkeringat,
rasa asin menerpa lidah mneyusuri punggung putih itu hingga leher
jenjangnya. ”Aaaau…abuuu”. Tangan Abu aktif meremas-remas susunya,
Rif’ah semakin beringsut mendorong pantatnya ke belakang. Abu Nida
menarik kontol dari vaginanya, plok,plok….setiap kali ujung kontol Abu
Nida masuk ke vagina akhwat cantik ini seolah udara dipompa keluar dari
lubang memeknya. ”Aduh abuuu, pelan dong …masih perih”tubuhnya
gemetaran menahan antara sakit dan nikmat. Abu Nida membuka lebar
pantatnya semakin dalam kontol memasuki tubuh akhwat cantik ini,
akhirnya tubuhnya melengkung menyebabkan pantatnya semakin menungging.
Dada
Abu Nida penuh sesak dan bergemuruh antara merasakan kenikmatan di
kontol dan melihat punggungnya yang berkeringat mengkilap diterpa
cahaya, sungguh pemandangan yang eksostik. Abu Nida terus menambah
kecepatan ayunan pantatnya, karena tadi abu sudah keluar kontolnya
menjadi perkasa untuk ronde kali ini.
“Aaaaah…uh…abuuu aana mau
dapet, abuuu”, ”iya sayang…” hujaman kontol Abu Nida semakin cepat pada
hujaman sepuluh tubuh Rif’ah mengejan bergetar. ”Abuuu…ahhc…aku
dapet”, Abu Nida menarik pinggulnya agar merapat ke kontol,
kedutan-kedutan vaginanya menerpa permukaan topi baja kontol abu nida.
Kepala akhwat cantik ini rubuh ke kasur, tangan abu menggosok
klitorisnya. Kembali lelehan lendirnya membasahi jembut. Abu Nida
membalikkan tubuh akhwat cantik yang putih bersih tanpa cacat, tubuh
yang selalu tertutupi oleh jubah dan jilbab panjang itu kini terlentang
pasrah di hadapan Abu. Abu Nida membuka paha akhwat cantik ini,
menggesekkan kontol ke anusnya. Rif’ah menggelinjang, kakinya diangkat
ke atas. Abu menarik pinggulnya ke arah kontolnya, lubang yang telah
basah itu seolah menarik penis untuk masuk ke dalamnya. Abu Nida
mengangkat kaki akhwat cantik ini di atas pundaknya, menciumi dan
menjilati betisnya. Payudaranya yang besar dan bulat kenceng itu
bergoyang berputar setiap kali abu menghentakkan selangkangannya, abu
memilin-milin klitroris akhwat cantik ini. Kepalanya menggeleng-geleng,
jilbab yang dikenakan mulai terbuka lagi. Abu Nida menaruh kakinya
menindih kakinya yang lain, kontolnya tetap tidak terlepas. Penetrasi
dari samping semakin menjadikan vaginanya sempit.
”Aaaaahhhh abu,
sempit abuuu…” dari samping pula abu melihat payudaranya menjadi
mngancung dan berayun-ayun. Abu Nida menarik tangannya agar penetrasiku
semakin dalam. Ketiaknya yang bersih tanpa bulu dicium dan membuat
Rif’ah semakin tenggelam dalam birahinya. “Abu cium ana dong…” bibir
bawahnya memerah karena seringkali digigit tiap kali ujung kontol abu
mentok di rahimnya, abu pun membungkukkan badannya dan meraih bibirnya
sementara tangan kanannya menaikan tenggkuknya. Abu Nida menekan
pahanya untuk membuat penetrasi semakin dalam” Aaaah abuuu….mentok
abuu””enak?” “He…em” gumannya.
Setelah 15 menit dalam posisi yang
sama kedutan dalam vaginanya kembali muncul, penis Abu Nida menjadi
sangat tegang, dibayangi oleh wajah berjilbab dan susu yang bergoyang
menjadikan abu nida tidak mampu lagi menahan ejakulasi.”Ukhty Rif’ah ane
mau nyampe….”,”nyampe aja abuu, anaa bentar lagi”. Abu Nida menggeram
dan melepaskan tembakan ke dalam rahim akhwat cantik ini. ”Ooooh…dik
Rif’ah, aku nyampe” Abu Nida menghujamkan dalam-dalam kontolnya hingga
mentok ke rahim akhwat cantik ini.
”Abuu…aku nyampe”, tubuhnya
beringsut tangannya menegang hingga hampir terlepas dari cengkraman
abu. Ketika semprotan Abu Nida selesai dia menindih tubuh Rif’ah,
keringat abu sekali lagi menyatu dalam keringat Rf’ah. Abu Nida mencium
bibir akhwat cantik ini, hidungnya dan pipinya. Rif’ah tersenyum
manis. ”Aaaah abu ini nakal aana tadi khan udah mandi”, Ya sono mandi
lagi”, ” Aaaah males abuu, rasanya lemas banget ana mau tiduran di sini
dulu”. ”Jangan dik Rif’ah, Ummu Nida pulang berabe”, ” TApi lemas
Abuuu”.
Akhirnya dengan bantuan Abu Nida, Rif’ah dibimbing ke
kamar mandi, sebelum masuk Abu Nida sempat memasukkan jari ke vagina
akhwat cantik itu tapi ditepis sama tangannya. Tapi sesudah kejadian
itu mereka sering mengulangi kapan saja ada kesempatan. Rif’ah sendiri
nampak tidak keberatan jadi istri kedua Abu Nida…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar